Lagi mencari bahan tulisan buat review film Bulan Terbelah Di Langit Amerika (selanjutnya disebut BTDLA), ketemu dua tulisan dari Hikmat Darmawan: 99 Cahaya di Langit Eropa 1 & 2: Imajinasi Islam dalam Nalar Kekalahan dan tulisan sambungannya, Dakwah Islam dan Tuntutan Melek Film.
Dua tulisan tersebut saya baca dan menarik. Ditulis dari Pengamat Film sehingga kesan yang muncul di dua tulisan itu bersifat kritik dibanding apresiasi. Tulisan pertama menitikberatkan pada bedah film 99 Cahaya di Langit Eropa 1 & 2. Tumpuan tulisan kedua berpusat pada bedah kasus jawaban dari pertanyaan Rangga Almahendra (Suami Hanum Rais) ke Hikmat Darmawan.
Film BTDLA yang sedang tayang di bioskop-bioskop tanah air, mau tak mau sebagian besar tak bisa dilepaskan dari dua tulisan kritik tersebut. Dikatakan sebagian besar karena hal-hal yang dikritik di film 99 Cahaya di Langit Eropa 1 & 2, terulang di film BTDLA.
Pakaian Islami (jilbab atau hijab), artis ganteng dan cantik serta lifestyle. Inilah beberapa contoh hal yang terulang. “Pisau kritik” Hikmat Darmawan bisa jadi pola bedah kritiknya juga mengulang untuk film terbaru Sutrada Rizal Mantovani ini.
Tulisan saya ini sekedar mengkomentari dua tulisan yang termuat di situs filmindonesia.or.id. Sekaligus juga mengkomentari film BTDLA yang saya tonton di acara Media Screening Di Epicentrum (Selasa, 15 Desember 2015).

Langsung saja, pesan yang saya tangkap di Film terbaru yang diproduksi Maxima Pictures ini tentang memperjuangkan masa kini. Tepatnya, memperjuangkan Islam di masa kini dari prasangka-prasangka Islamophobia di Amerika pasca kejadian 9/11.
Pesan film BTDLA ini tentu adalah sambungan dari pesan film 99 Cahaya di Langit Eropa 1 & 2, yaitu menemukan masa lalu. Tepatnya, menemukan Islam di masa lalu Eropa dari krisis identitas Islamophobia.
Dalam acara Jumpa Pers setelah nonton bareng BTDLA Rangga Almahendra (Suami Hanum Rais) berujar bahwa Cahaya dan Bulan digunakan sebagai metafora untuk menyampaikan pesan di film 99 Cahaya di Langit Eropa 1 & 2, dan BTDLA.
Cahaya adalah metafora dari “pendaran-pendaran bintang” kejayaan Islam di Eropa pada masa lalu. Sedangkan Bulan adalah metafora dari pudarnya cahaya kebanggaan Islam di Amerika pada masa kini.
Nah ini yang menarik bagi saya dan bisa jadi bagi Hikmat Darmawan terkait tentang simbolisasi benda-benda langit di serial film adaptasi dari novel-novel Hanum Rais. adalah Matahari, benda langit yang belum menjadi metafora di novel Hanum dan mungkin akan diadaptasi di film berikutnya.
Mengapa Matahari, bisa jadi menarik perhatian Hikmat Darmawan? Alasannya, di dua tulisan pria berkacamata itu belum dibahas latar historis pribadi kenapa Hanum-Rangga menggunakan simbol benda-benda langit di novel dan filmnya.
(Yang dibahas melainkan latar sosio-historis film-film Islam, itupun dengan catatan “jika industri film di Indonesia dalam keadaan sehat, semestinya ada pelangi keragaman film Dakwah Islam. Selanjutnya lihat Dakwah Islam dan Tuntutan Melek Film).
Mengutip catatan Hikmat Darmawan di atas sebenarnya juga masih bingung arah. Hikmat mengkritik keragaman film Dakwah Islam, tapi mengapa Hikmat malah membedah respon atas keragaman film tersebut bukannya malah mencari jawab, adakah keragaman Film Dakwah Islam di Indonesia?
Kembali ke simbol benda langit sebagai metafora judul film. Matahari adalah benda langit yang bersinar di siang hari sekaligus simbol dari lambang Organisasi Kemasyarakatan Muhammadiyah.
Menjadi menarik adalah Hanum Salsabiela Rais merupakan putri dari Amien Rais (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah ke-12). Inilah sedikit latar historis pribadi kenapa Hanum-Rangga menggunakan simbol benda-benda langit di novel dan filmnya.
Dengan kata lain, adakah keragaman Film Dakwah Islam di Indonesia sebagai kondisi di negara ini sehat? Ada dari semenjak populernya film-film Rhoma Irama. Bentuk-bentuk keragaman Film Dakwah Islam berupa perwajahan film dari aliran-aliran Islam di Indonesia. Misal ada film Dakwah NU, Muhammadiyah, Mizan (nilai-nilai Tasawuf) dan sebentar lagi Film Dakwah Gerakan Forum Lingkar Pena akan hadir (KMGP).
Demikian Sementara
Wah jadi penasaran pengen lihat nih Mas Ahmed 🙂
Sepertinya bagus banget nih, banyak pesan moralnya..
baru kemaren diobrolin pelem ini, mau nobar bayar masing2 bareng blogger bdg.
Baca ripyu temen2 blogger, jadi makin penasaran niy.
Cahaya adalah metafora dari “pendaran-pendaran bintang” kejayaan Islam di Eropa pada masa lalu. Sedangkan Bulan adalah metafora dari pudarnya cahaya kebanggaan Islam di Amerika pada masa kini.
Keren mas