istirahat-rerumputan-ratu-boko

Langsung saja, tulisan ini secara langsung tercipta berkat koneksi 4G XL. Foto-foto piknik kenangan tahun 2006 sewaktu di Jogjakarta, saya dapatkan kembali dari teman lama. Di saat buntu menulis, tak menyangka juga bertemu teman (yang pernah satu kost di Jogja) di Facebook.

Chat panjang saling tanya kabar akhirnya temanku ini membagi foto-foto waktu pergi bersama teman-teman kost. Karena cuaca sering hujan belakangan ini, lebih dari 3 foto tak berhasil saya ambil atau download sepenuhnya. Sempet pusing juga sebelum menemukan solusi, menjadikan smartphone berjearingan 4G XL modem laptop. Berhasil, yup tangguh di segala situasi cuaca ternyata koneksi 4G XL.

Setelah melihat-lihat foto-fotonya, akhirnya minat menulis saya datang lagi. Taraaa, jadilah tulisan ini


***

Walaupun hampir 8 tahun berada di Yogya, saya kurang mengakrabi tempat-tempat wisatanya. Untuk yang utama atau wajib dikunjungi bila berada di kota pelajar ini, ya pernah walau sesekali. Misal seperti Borobudur, Prambanan, Istana di Kotabaru, Malioboro, Alun-Alun (kalau dua tempat ini sering), Pantai Parangtritis, ujung Kaliurang (Kaliurang View) dan itu saja sepertinya. Nah untuk tempat wisata yang blusuk’an (baca: tersembunyi) saya hanya mengunjungi Situs Ratu Boko. Selain itu seperti segala pantai (Sundak, Glagah, Baron dan lain-lain) belum pernah terjejaki sama sekali oleh saya.

Saya mengunjungi Kompleks Situs Ratu Boko itu saja karena menengok teman sebelah kamar yang sedang KKN (Kuliah Kerja Nyata). Bersama teman-teman satu indekos, saya mampir ke Kompleks Ratu Boko setelah mengunjungi teman KKN itu. Kebetulan memang lokasi KKN temanku agak berdekatan dengan Ratu Boko. Namun setelah dilakoni ternyata arti “dekat” itu harus turun bukit dulu kemudian naik jalan sebentar kemudian naik bukit lagi.

Tepatnya tanggal 17 Agustus 2008, kami menuju daerah Sleman Timur. Detailnya dari daerah Krapyak di tepian kota Jogja selatan, kami berlima dengan menunggangi 3 motor menuju ke daerah Piyungan. Ya titik kumpul kami berada di Pasar Piyungan untuk bertemu teman yang sedang KKN. Dari Pasar Piyungan, rute kami lanjutkan menuju ke arah utara. Mengenai di mana lokasi titik mulai menanjak menuju Ratu Boko, di antara kami sempat bingung karena saya bersama lima orang teman belum ada satu pun yang ke sana. Maka dari itu, kami sempat nyasar karena hanya mengandalkan plang nama arah ke Ratu Boko.

Sarapan Dulu Di Warung Makan Pasar Piyungan
Sarapan Dulu Di Warung Makan Pasar Piyungan

Walau butuh putar arah terlebih dahulu, akhirnya kami menemukan lokasi titik awal tersebut. Disarankan bagi yang baru mengunjungi Ratu Boko, kalau dari pusat kota Yogya lebih baik datang dari arah Candi Prambanan lalu masuk ke arah pasar Prambanan karena rute menemukan lokasi titik awal tersebut, lebih dekat (kurang lebih dari candi Prambanan 3 Kilo jaraknya). Hal ini pun baru saya tahu ketika pulang dari Boko. Ya tidak lagi menyusuri rute antara  Jalan Piyungan menuju Jalan Wonosari.

Nah ketika menyusuri jalan menanjak, kami pun sedikit menemukan masalah. Yakni 3 motor tumpangan saya dan lima teman sebenarnya tidak layak jalan di rute menanjak karena memang persiapannya tidak maksimal. Bahkan kami tidak berpikir ke arah sana seperti misalnya udara di ban motor setidaknya harus sesuai (maksudnya tidak kencang sekali atau malah lembek). Ya agar ban motor berdaya-cengkram kuat di jalan menanjak. Akibatnya, kecepatan tiga motor yang kami kendarai tidak maksimal. Bahkan ada salah-satu motor teman saya tertinggal sangat jauh dari rombongan.

Bagi yang mengunjungi Ratu Boko dengan rombongan motor, disarankan antara motor satu dengan motor yang lainnya tidak jalan sejajar di rute menanjak ini. Sebab, luas jalan hanya muat dengan 2 kendaraan yang lalu-lalang ke Ratu Boko. Jalan lah beriringan, itu pun jaraknya tidak boleh berdekatan antara satu motor dengan motor lainnya. Ya agar apabila satu motor mati (tidak berfungsi) mendadak, motor itu tidak spontan mundur menimpa motor lainnya atau motor di belakangnya tidak menabrak motor yang macet. Rute menanjak menuju Boko memang agak curam. Gambaran curamnya ketika pulang dari Boko, tiga motor kami tetap jalan menuruni jalan perbukitan walau mesin motor dimatikan.

Dengan tiga motor yang jalannya terengah-engah, kami pun akhirnya tiba di mulut Komplek Situs Ratu Boko. Nah disini kami sempat terkejut, ternyata untuk memasuki Komplek kami harus membayar tiket masuk yang mahal menurut ukuram kami para mahasiswa. Waktu itu saya membayar 25.000 Rupiah per orang, itu belum bayar uang parkir. Itu satu. Kedua, kami kala itu mengunjungi Ratu Boko tanpa persiapan matang seperti merencanakan jauh-jauh hari sampai mengerti harga tiket masuk. Jadi, uang yang berada di kantong kami masing-masing hanya cukup untuk bekal kenekatan.

Bayar Tiket Dulu Sebelum Jalan 1 Kilo Lagi Ke Gerbang Istana Ratu Boko
Bayar Tiket Dulu Sebelum Jalan 1 Kilo Lagi Ke Gerbang Istana Ratu Boko

Setelah melunasi uang tiket yang dibayarkan oleh satu orang teman kami (utang maksudnya), kami harus melangkahkan kaki sejauh kurang lebih 1 Kilometer terlebih dahulu untuk melihat gerbang Candi Boko. Ya itu baru melihat gerbang karena untuk benar-benar menjejakkan kaki di gerbangnya, kami kembali harus menyusuri kembali sejauh kurang lebih 1 Kilometer. Ibaratnya, kami sedang terkena apa yang dinamakan “ilusi gunung.” Gerbang nampak dari dekat dari mata, ternyata ketika menuju ke sana kami dibuat tersengal-sengal. Benar, kami masih harus jalan agak menanjak lagi.

Setibanya di gerbang utama yang terlihat begitu megah, kami beristirahat sejenak untuk mendapatkan kesegaran kembali. Ya hal ini dikarena memang diantara kami berenam sangat jarang berolahraga berkala. Jadi ketika ke tempat wisata yang menuntut ketahanan fisik lebih (seperti di Ratu Boko ini) kami mudah capek serta harus istirahat terlebih dahulu. Apalagi kami semua perokok sudah lama, wah tambah lah penderitaan kami di sini dalam hal pernafasan kami yang pendek-pendek. Tempat wisata Ratu Boko ini sepertinya memang cocok dikunjungi sejumlah orang yang terbiasa mendaki gunung atau trekking karena tuntutan ketahanan fisiknya kurang lebih sama.

Perhatikan Pemandangan Yang Menjadi Latar Belakang, Luas Sekali. Cocok Bagi Wisatawan Yang Ingin Juga Sekaligus Sehat Badannya
Perhatikan Pemandangan Yang Menjadi Latar Belakang, Luas Sekali. Cocok Bagi Wisatawan Yang Ingin Juga Sekaligus Sehat Badannya

Mungkin terkait dengan ketahanan fisik inilah yang membuat Ratu Boko sedikit dikunjungi para pelancong. Ya waktu itu saya dibuat heran akan sedikitnya para pengunjung dibandingkan (misalnya) Candi Borobudur. Jauh memang membandingkan Ratu Boko dan Borobudur yang dengan keajaibannya sudah dikenal dunia. Namun jangan tanya soal kemegahan Ratu Boko. Ya belakangan saya baru tahu bahwa Ratu Boko tidak layak disebut Candi namun Istana. Hal ini dikarenakan kemegahan Istana yang memang saya lihat dengan mata kepala saya sendiri dan juga tahu dari informasi yang saya dapat.

Sembari beristirahat di pintu gerbang, saya menyaksikan pemandangan yag begitu megah dari Istana Ratu Boko. Sejauh mata memandang, saya melihat reruntuhan bekas struktur bangunan istana yang terbuat dari bebatuan beserta berbagai arcanya. Di sinilah rasa penasaran kami terhadap struktur bangunan Istana Ratu Boko, mengalahkan rasa lelah kami. Dari pintu gerbang, mulailah kami menjelajahi pendopo istana, sumur-sumur dan pemandian istana (kaputren), serta celah-celah sempit istana. Pokoknya, dimana masih ada jalan yang belum dilewati maka kami akan telusuri. Luas 4 Hektar Kompleks Istana Ratu Boko, hampir semua kami susuri.

Lorong-Lorong-Istana Juga Banyak Ditemukan Di Kompleks Istana Ratu Boko
Lorong-Lorong-Istana Juga Banyak Ditemukan Di Kompleks Istana Ratu Boko

Bekas Pendopo Istana Ratu Boko ini Cocok Untuk Tempat Pertunjukan

Bekas Pendopo Istana Ratu Boko ini Cocok Untuk Tempat Pertunjukan

Sementara kami bertualang di Istana Ratu Boko, saya membayangkan sepertinya bagus kalau kemegahan tempat wisata ini dimbangi dengan pertunjukkan spektakuler yang diadakan di sini. Tujuannya tentu untuk menarik banyak pengunjung wisata. Misal seperti pertunjukan Sendratari atau Opera Diorama terkait dengan sejarah Istana Ratu Boko.

Oia, saran terakhir terkait tentang kondisi cuaca di tempat wisata Ratu boko. Maksudnya, usahakan datang ke Ratu Boko pagi menjelang siang. Berdasarkan pengalaman saya kalau datang tepat tengah hari, cuaca sangat panas. Ya kalau terpaksa datang siang hari, bawalah payung untuk melindungi tubuh dari terik Matahari. Kemudian, bekal makanan dan minuman jangan lupa karena di sana saya waktu itu tak menemukan warung, walau hanya menjual minuman kemasan.

Cuaca Siang Yang Panas Terik, Tergambar Di Rerumputan Yang Gersang Menguning
Cuaca Siang Yang Panas Terik, Tergambar Di Rerumputan Yang Gersang Menguning
Menemukan Gardu Pandang Di Atas Bukit Istana Ratu Bokko Sebelum Pulang Ke Kota Jogjakarta
Menemukan Gardu Pandang Di Atas Bukit Istana Ratu Bokko Sebelum Pulang Ke Kota Jogjakarta