Sumber: chillinaris.blogspot.com

Saya akui judul ini dramatis namun karena sebagian besar masyarakat Indonesia sudah sangat geram luar biasa terhadap tindak-tanduk koruptor, maka sepertinya pantas postingan ini berbicara tentang pengkafiran terhadap koruptor. Kafir di sini berarti orang yang tidak mempercayai seluruh ajaran agama. Tentu ajaran agama apapun. Setahu saya, semua ajaran agama tidak memperbolehkan mencari uang dengan jalan yang tidak sah (kalau dalam Islam ya haram gitu). Nah, apa dampaknya kalau seseorang melanggar ajaran agamanya dengan cara mencari uang dengan jalan haram? Yup, ia disebut kafir (coba bandingkan dengan definisi kafir menurut KBBI: Kafir adalah orang yang tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya. Pertanyaan klisenya: apakah orang yang melanggar ajaran agama, orang itu termasuk tidak percaya kepada Allah dan Rasul-Nya? Silakan gunakan logika awam anda untuk menjawab ini.)

 

Kenapa koruptor pantas disebut kafir? Begini ceritanya: Barusan saya baca artikel Kompas (Kamis, 8/3, 2012). Artikelnya berjudul “Rusaknya Otak Dan Hati.” Ringkasnya artikel itu membahas tentang kuasa Amigdala yang mengontrol penuh perilaku kekerasan seseorang. Lebih jauh, “ Kerusakan korteks prefrontalis (otak bagian depan) membuat manusia kehilangan tata krama sosial, menjadi antisosial, kehilangan rasa bersalah, dan kematangan emosinya terganggu. Pelaku kekerasan dan kejahatan, termasuk koruptor, tahu tindakan mereka buruk dan salah. Namun, pemahaman itu tidak dapat ditranformasikan dalam perilaku akibat bagian otak yang menerjemahkan pengetahuan ke dalam perilaku itu rusak.” Begitu kata salah-satu penggalan alinea di dalam artikel Kompas tersebut.

Nah, ternyata koruptor itu (apalagi yang sudah bejuluk kakap) otak bagian depannya tidak sehat (walaupun ia berperilaku normal). Dengan kata lain, otak pelaku koruptor itu bebal bin bejad. Lalu, adakah solusi untuk mengobati otak yang tidak sehat itu? Ada, dan itu bukan tindakan pempidanaan. Apalagi sampai dikeroyok banyak orang sampai sekarat, cuma membuat koruptor tobat sambal doang. Sehabis sehat, tindakan korupsi hajar bleh. Solusi yang tepat untuk mengobati rusaknya otak bagian depan koruptor adalah terapi spiritual. Disinilah fungsi agama hadir.

Lebih jauh, terapi spiritual kalau dilakukan secara terus-menerus akan mengubah atau mengobati kuasa Amigdala yang telah mengambil alih kontrol otak depan itu (korteks prefrontalis). Hal itu karena Amigdala mempunyai sifat neuroplastisitas (berubah secara alami). “terapi spiritual bisa mengolah mental secara positif. Ini akan berdampak pada positifnya emosi dan selanjutnya akan mempengaruhi otak (bagian depan).”

Shock Therapy

Tapi bagaimana kalau koruptor tidak mau menjalani terapi spiritual ? Ya karena koruptor juga manusia bebal bin bejad yang mampu memilih atau menolak apa yang terbaik bagi dirinya. Kalau tindakan korupsinya sudah dianggap baik, kenapa harus diterapi. Nah disinilah fungsi pelabelan kafir buat para koruptor kakap sebagai shock therapy. Jadi, pengkafiran disini berdampak agar terapi terlaksana dengan cara memaksa dan cepat.

“Siapa yang berhak memberi label kafir buat para koruptor kakap, apakah ulama?” Tentu tidak karena Indonesia bukan negara agama namun negara berketuhanan. Buktinya, ada sila pertama dan di KTP ada kolom menanyakan agama. Jadi, pemerinta lah yang berhak memberi label kafir. Caranya (lagi-lagi sama dengan yang di tulisan saya tentang Pemiskinan Saja Belum cukup, Harus Difakirkan!), sita KTP koruptor yang terbukti jadi terdakwa lalu oleh pemerintah, isi kolom agama menjadi KAFIR KORUPTOR.

Nah bisa dibayangkan kalau misalnya ada orang yang beragama KAFIR KORUPTOR, kemungkinan besar akan dikucilkan oleh sebagian masyarakat karena kebanyakan masyarakat di Indonesia masih memandang agama itu perlu. Kalau sudah dikucilkan secara ekstrim, setidaknya koruptor akan bunuh diri karena orang paling tidak tahan kalau dikucilkan secara ekstrim.

Terakhir, kunci penghukuman buat para koruptor sebenarnya ada pada kemauan politik dan hukum pemerintah. Artinya, solusi dalam postingan ini memang terlalu dramatis ya karena pemerintah tidak ada kemauan politik dan hukum untuk menghapus para koruptor dari bumi Indonesia. Jadi kalau mau INDONESIA TERBEBAS DARI JERAT KORUPSI, miskinkan koruptor kakap lalu fakirkan kemudian kafirkan.